SINGAPURA, KOMPAS.com – Seorang pria pengajar di Singapore American School (SAS) diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang murid perempuan, dan menuntut uang kepada orangtuanya.
Dugaan kasus ini dilaporkan oleh orangtua dari korban berinisal V (victim) dan diunggah ke situs web savesaskids.com.
“Putriku bilang ke saya dia dilecehkan secara seksual oleh asisten pengajar (Teaching Assistant/TA) di Singapore American School (SAS),” ujar orangtua terduga korban.
“Bukannya menghukum TA, SAS justru menutupinya, dan sekarang TA menuntut saya 10.000 dollar Singapura (Rp 104,86 juta),” lanjutnya.
Savesaskids adalah situs web yang dibuat keluarga besar korban. Mereka tinggal berpencar di Shanghai, Hong Kong, London, Toronto, Los Angeles, dan Denver.
Pembuatan situs web savesaskids.com ditujukan untuk membagikan cerita ini dan mendukung para korban.
Adapun Singapore American School belum menanggapi permintaan komentar dari Kompas.com saat dihubungi via e-mail pada Senin (25/4/2022).
Kronologi dugaan pelecehan seksual
V bercerita, kasus dugaan pelecehan seksual ini terjadi pada 3 Maret 2021. Saat itu di kelas hanya ada dia dan TA selama pukul 14.30-15.00.
“Saya hendak membenarkan posisi tanah liat dari kursi saya saat TA menawarkan bantuan kepadaku,” tulis V.
“Saya menawarkan berdiri agar dia bisa duduk di kursiku, tetapi dia menyuruhku tetap duduk.”
V melanjutkan, TA kemudian berlutut di sampingnya dan menyentuh bagian tubuh kirinya selama sekitar 20 detik. Napasnya sangat berat.
Beberapa menit saat TA mulai melakukannya lagi, V langsung berdiri agar TA bisa duduk.
Keluarga V melaporkan insiden ini keesokan harinya, dan lima minggu setelahnya petinggi SAS menemui orangtua V untuk memberikan hasil penyelidikan awal.
SAS mengonfirmasi ada sentuhan dan napas berat, tetapi tidak mengungkit apakah itu termasuk pelecehan seksual.
Pihak sekolah juga disebut tetap mempekerjakan TA itu dengan memberikan surat peringatan di berkas personalnya.
Keluarga V meragukan penyelidikan SAS

Kemudian, pada 23 April 2021 SAS merilis hasil penyelidikan tentang perlakuan TA. Mereka menyebutkan bahwa napas beratnya kemungkinan adalah teknik bernapas yang dia gunakan saat mengolah tanah liat di roda tembikar.
Meski begitu, SAS kembali tidak menyinggung soal pelecehan seksual.
Orangtua V lalu bertemu dengan enam pengurus SAS pada 29 April 2021 dan menjelaskan pandangan mereka terhadap hasil penyelidikan sekolah.
Menurut orangtua V, HR SAS yang berinisial C sepakat bahwa tindakan TA tidak pantas, tetapi cukup diberi peringatan saja. Isi surat yang diberikan ke TA juga tidak diungkap.
Adapun pengawas SAS yang berinisial B membantah tindakan TA adalah pelecehan seksual. B mencontohkan seseorang yang menguap dan merenggangkan tubuhnya lalu tak sengaja menyentuh payudara seseorang di dekatnya tanpa ada niat seksual.
Orangtua V menuntut SAS menghukum TA, tetapi pihak sekolah menolaknya. SAS berpegang teguh pada hasil penyelidikan mereka pada 23 April 2021.
Petisi untuk SAS dan penyelidikan pihak ketiga

C pada 15 Juni 2021 membalas e-mail orangtua V yang berkali-kali menanyakan tindakan TA pelecehan seksual atau bukan.
Jawabannya, “Kami tetaplan insiden ini bukan kekerasan seksual atau pelecehan seksual,” tetapi tanpa penjelasan lebih lanjut.
Ibu V kemudian meluncurkan petisi yang menggugat SAS tidak memiliki toleransi. Dalam sehari petisinya ditandatangani 250 orang.
Petisi itu diserahkan ke manajemen SAS, tetapi pihak sekolah mengabaikannya. TA juga tetap dipekerjakan.
SAS kemudian menunjuk pengacara dari firma hukum TSMP pada 4 Mei 2021 untuk melakukan penyelidikan pihak ketiga, tetapi menurut keluarga V itu percuma karena V tidak diwawancarai.
Ketika penyelidikan TSMP selesai, SAS meminta keluarga V menandatangani Non Disclosure Undertaking (NDU) terlebih dahulu. Keluarga V menolaknya setelah berkonsultasi dengan pengacara, sehingga mereka tidak diberikan laporan hasil penyelidikan.
Kasus ini berlanjut dengan tuntutan TA terhadap orangtua V atas klaim petisinya merugikan dirinya.
Pada Desember 2021 TA menawarkan berdamai, tetapi meminta 10.000 dollar Singapura (Rp 104 juta) sebagai kompensasi. Ibu V menolak dan kasus ini dibawa ke pengadilan.
Adapun V sekarang dilaporkan masih menderita tetapi tetap tegar.
Sekitar 4.000 murid dari 65 negara termasuk Indonesia bersekolah di SAS.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Pengajar #Singapore #American #School #Diduga #Lakukan #Pelecehan #Seksual #pada #Murid #Tuntut #Juta #Orangtua
Klik disini untuk lihat artikel asli
Discussion about this post