Kembali Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan membuat heboh publik. Pasalnya, tidak hanya dirinya dikabarkan bermain di bisnis pertambangan Blok Wabu, kini Menko Luhut disebut-sebut turut menikmati cuan dari Bisnis PCR. Ya, polymerase chain reaction (PCR) atau tes usap menjadi akrab bagi kita di masa Pandemi Covid-19, terutama jika yang hendak bepergian dengan moda transportasi seperti pesawat dan kereta api.
Permainan bisnis PCR ini mulai terkuak ketika Presiden Jokowi meminta menurunkan harga swab test RT-PCR menjadi Rp300 ribu. Hal ini ternyata menyulut kecurigaan rakyat bahwa ternyata, tes PCR bisa beroperasi hanya dengan Rp300 ribu. Lalu mengapa sebelumnya harga tes PCR dibanderol hingga Rp2 jutaan?
Terlebih setelah pertanyaan-pertanyaan ini muncul di benak rakyat, muncul fakta mengejutkan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan yang terdiri dari ICW (Indonesia Corruption Watch) YLBHI, LaporCovid-19, dan Lokataru. Mereka kompak mengungkapkan fakta bahwa setidaknya ada Rp23 triliun uang berputar pada bisnis PCR.
Amanda Tan mewakili LaporCovid-19 di koalisi tersebut, menyatakan perputaran uang yang sudah triliunan ini tentu saja semakin tajam kala adanya kebijakan penggunaan PCR di seluruh moda transportasi, “Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp10 triliun lebih,” ujar Amanda Tan dalam keterangannya pada Minggu (31/10).
Pantas saja, ketika harga tes PCR turun, pebisnis PCR yang turut serta ada di jajaran pemangku kepentingan di negeri ini malah membuat kebijakan baru. Kebijakan tersebut menetapkan bahwa tes swab PCR berkewajiban dilakukan pada seluruh moda transportasi jika berjarak tempuh lebih dari 250 km. Kebijakan ini, kata Menko Luhut, diterapkan untuk mencegah lonjakan Covid-19 di akhir tahun terutama saat periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Tidak perlu heran, jika disangkutpautkan dengan kabar bahwa dirinya ikut bermain di bisnis PCR, kebijakan yang dibuatnya tentu karena ia ingin bisnis yang ikut dikelolanya tetap berjalan. Karena keuntungan yang bisa diraup ole Menko Luhut bisa triliunan rupiah, kurang lebih sama dengan angka yang dikisarkan oleh koalisi ICW, bahkan jika ia hanya memiliki persenan saham sedikit di sana.
Rinciannya begini, perusahaan yang memfasilitasi laboratorium untuk menguji hasil tes PCR yaitu PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), diketahui terafiliasi dengan dua perusahaan milik Luhut yaitu PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi. Tidak tanggung-tanggung, kedua anak usaha Luhut itu mengantongi 242 lembar saham senilai Rp242 juta di GSI.
Lalu, Juru Bicara Menko Marves buka suara tentang rumor ini. Dia mengemukakan bahwa kehadiran Luhut Binsar Pandjaitan di GSI karena diajak oleh koleganya seperti petinggi perusahaan PT Adaro Energy dan PT Indika Energy. Dirinya juga menegaskan bahwa pimpinannya hanya memiliki saham di bawah 10 persen.
Padahal jika kita hitung secara kalkulasi awam, apabila saham Luhut di GSI hanya mentok 10% saja, maka margin keuntungan yang didapatkan sekitar Rp30 triliun, jika terdapat 1 juta orang yang melakukan PCR seharga Rp300.000.
Ujungnya meski harga PCR diturunkan, tapi dengan bantuan pemerintah lewat kebijakan parsial seperti ini, bukankan bisnis Menko Luhut ini tetap meraup keuntungan secara rakus?
Bukankah seharusnya, jika Pemerintah benar-benar ingin menekan laju kasus Covid-19 di akhir tahun, batasi mobilitas secara besar-besaran. Bukannya memberikan celah bagi orang bisa bepergian asal mereka mampu membayar.
Discussion about this post