2023 akan ‘Gelap’. Kira-kira begitulah yang disampaikan oleh para ekonom, lembaga internasional hingga para pemimpin dunia. Diperkirakan kegelapan 2023 diakibatkan adanya ancaman resesi. Resesi bakal beirmbas pada perlambatan roda perekonomian termasuk uang yang dikucurkan di kegiatan investasi RI di 2023.
Sebagai informasi, ada 2 jenis investor di Indonesia yaitu investor dalam negeri atau yang disebut Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN dan juga investor asing atau Penanaman Modal Asing/PMA. Karena kondisi inflasi di beberapa negara maju yang menjadi rumah para investor di Indonesia serta adanya ancaman resesi, investor memang akan lebih pilih-pilih dalam berinvestasi karena pasti lebih memilih untuk memulihkan negaranya terlebih dahulu.
Ini senyatanya menjadi lampu sirine bagi Indonesia yang banyak bergantung pada investasi-investasi untuk mengembangkan sektor perekonomian. Meski sekarang menurut kabar yang diungkap ke publik bahwa realisasi investasi masih terlihat baik-baik saja dan bahkan melebihi target yaitu mencapai Rp901,02 triliun, ternyata Indonesia sebenarnya malah turun peringkat dari negara yang dipilih investor asing.
Investasi asing di Indonesa turun dari peringkat 15 di 2020 ke peringkat 20 di 2021. Informasi ini berdasarkan data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam World Investment Report 2022. UNCTAD mengatakan, melorotnya posisi Indonesia yang turun lima peringkat disebabkan lambatnya gerak kita untuk menggaet investasi asing, sehingga kalah cepat dari negara-negara lainnya di sepanjang tahun lalu.
Apa yang Salah dari Iklim Investasi Indonesia?
Tentunya hal ini menimbulkan pernyataan, apa ada yang salah dari Indonesia? Ya, di dalam kondisi seperti ini, kita tidak cukup hanya berpasrah pada keadaan perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja.
Menyusul dari laporan UNCTAD tentang kemorosotan prestasi investasi asing di Indonesia, sebuah kritik dilayangkan dari lembaga internasional Institute for Management Development (IMD) dalam laporan berjudul World Competitiveness Yearbook 2022. Laporan tersebut mengungkap bahwa daya saing kemudahan berusaha di Indonesia turun ke peringkat 44 di tahun 2022 dari posisi 37 di tahun lalu.
Salah satu indikatornya ada pada efisiensi birokrasi yang buruk. IMD juga melaporkan bahwa Indonesia punya kendala dalam menciptakan ekonomi investasi dan kemudahan berusaha bagi investor karena salah satunya terkait regulasi.
Pihak Pemerintah Akui Masih Ada Kendala
Mengenai hal ini, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia menjelaskan alasan mengapa iklim investasi Indonesia belum sempurna. Katanya, ada 3 kendala penting yang masih dihadapi pemerintah yaitu perihal lahan, tumpang tindih hingga tingginya ego sektor lintas kementerian/lembaga.
Terlebih nampaknya para investor tak hanya dipusingkan dengan ribetnya regulasi, namun juga kebijakan pemungutan pajak hingga tarif royalti yang ditambah-tambahin. Masih fresh from the oven, pemerintah berencana memungut pajak ekspor progresif untuk 2 produk nikel hasil hilirisasi yaitu feronikel dan NPI. Ada juga kebijakan bagi pengusaha batu bara yang harus memasok ke pasar domestik dengan harga yang lebih murah ketimbang harga global. Selain itu, di sektor lainnya seperti timah, tarif royalti juga direncanakan akan naik sesuai dengan naiknya harga timah dunia.
Bagai sudah jatuh dan tertimpa tangga. Para investor yang sudah terjerembab di dalam perekonomian global yang diwarnai ancaman resesi, eh, ketika mencoba peruntungan dan berinvestasi di Indonesia malah dibikin ribet dengan regulasi dan pungutan uang.
Kalau begini, para investor bisa tak betah dan terkena rayuan negara-negara lain yang mungkin lebih banyak memberikan kemudahan berinvestasi dan berusaha untuk investor asing. Waduh, bagaimana nih nasib dunia investasi RI di 2023?
Discussion about this post