Tak hanya persoalan pencabutan-pemulihan IUP hingga tambang ilegal yang masih mewarnai sektor sumber daya mineral Indonesia, kasus tumpang tindih lahan tambang pun dikabarkan masih kerap terjadi.
Kasus lahan tambang bermasalah menurut laporan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia per 2021, terdapat IUP Tambang yang terindikasi bermasalah seluas 4,7 juta Ha. Hal ini terjadi karena diantaranya banyak yang belum memiliki IPPKH atau nama perusahaan IUP tidak sesuai dengan nama perusahaan pada IPPKH.
Yang lebih lucunya lagi, dari jutaan lahan tambang yang bermasalah, ada juga lahan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disana. Diungkapkan oleh Holding BUMN Tambang, MIND ID, pada September 2021 lalu, seluas 113 ribu ha lahan mereka bertumpang tindih dengan pihak lain.
Dan terkadang, tumpang tindih lahan tak hanya terjadi antar pengusaha, namun juga antar perusahaan kepada rakyat, yang tentunya sangat merugikan!
Seperti contoh kasus di Papua, Aktivitas penambangan emas di kampung Wasirawi Distrik Masni kabupaten Manokwari bertumpang tindih dengan tanah warga pemilik ulayat atau tanah dalam hukum adat di Papua. Pemilik ulayat di Papua masih terus mengibar perjuangan untuk mendapatkan haknya.
Padahal, Presiden Jokowi telah memberikan arahan langsung kepada pimpinan kementerian/lembaga terkuat untuk melakukan inventarisasi dan pengecekan IUP guna memastikan ketaatan para pelaku tambang kepada Undang-Und ang. Termasuk dalam penegakan Kebijakan Satu Peta dengan tersusunnya Peta Indikatif Tumpang Tindih (PITTI), pemanfaatan ruang yang selaras dengan rencana pembangunan nasional dan Kebijakan Clean n Clean (CnC) yang juga sudah berjalan.
Namun tetap saja, kasus tumpang tindih lahan tambang kerap terus terjadi. Akibatnya, sektor yang berkontribusi besar dalam pendapatan negera menjadi terancam. Pasalnya, investor yang memiliki peran besar dalam pengembangan industrinya bisa kabur akibat maraknya permasalahan tumpang tindih lahan.
Banyak alasan mengapa tumpang tindih lahan tambang kerap terjadi. Direktur Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan kasus tumpang tindih lahan di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin tambang belum berjalan dengan baik.
“Masalah ini melibatkan banyak pihak, seperti pemerintah pusat dan daerah sampai lintas lembaga dan kementerian,” ujar dia, Selasa (3/3/2020).
Lebih lanjut, Hendra juga melihat maraknya tumpang tindih lahan membuktikan bahwa tata kelola dalam perizinan dan pengelolaan tambang masih menjadi pekerjaan besar bagi seluruh pihak terkait.
Sedangkan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengutarakan kebijakan pemerintah yang kerap berubah membuat tumpang tindih lahan tambang masih terjadi. Hal ini diperkuat ketika daerah dapat memberikan izin usaha tambang serta kurangnya sinergi koordinasi lintas kementerian.
“Jadi akhirnya bisa mengganggu investasi di sektor pertambangan. Selain itu juga mengganggu investasi di sektor yang lain yang berhubungan dengan sektor ini,” ujar Mamit.
Senada dengan Mamit, Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo berharap berharap pemerintah cepat membereskan masalah overlap di sektor tambang. Karena hal ini berkaitan dengan investasi.
“Kekhawatiran investor harus terjawab dengan cepat, khususnya investor bidang pertambangan yang memerlukan dana besar dan risiko relatif tinggi,” tutur Singgih, Selasa (28/9/2021).
Semua hal ini tentu saja membuat rakyat bertanya-tanya, sudah sejauh mana upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah terutama Kementerian ESDM? Apa Kementerian yang menjadi ‘payung’ dalam pengelolaan sektor sumber daya mineral di pertambangan kebanyak persoalan yang harus diurus? Ingat, persoalan tumpang tindih lahan juga sama urgentnya dengan yang lain karena menyangkut masa depan perekonomian Indonesia.
Discussion about this post